Sabtu, 22 Mei 2010

Pengen Mati ? SO ..

Kalau besok mati, anda bawa apa ? Sebuah renungan


Mati bukanlah berita, Manusia dan semua yang memiliki jiwa pasti akan bertemu dengan titik akhir kehidupan ini : Mati. Dan kita semua sepakat untuk siap dijemput entah esok, lusa, atau kapanpun dalam keranda kematian. Mati sendiri adalah kehidupan. Siapa yang telah pernah mengalami tahap-tahap kehidupan, akan pula berjumpa pada tahap kematian, "Siapa yang menginginkan hidup" hendaknya menggelar dalam dirinya kavling Al-Maut. Tapi tentu saja kita tidak diperbolehkan mengharapkan mati selain mati syahid karena bila demikian halnya berarti kita telah melupakan satu kenikmatan yang diberikan oleh Tuhan, yakni nikmat kehidupan.

Masa usang berlaku di dunia ini. Demikian juga batas akhir adalah bentuk lain dari kasih sayang Tuhan untuk hamba-hamba-Nya. Semua adalah endingnya, ada rampungnya. Yang semula cepat putarannya, perlahan melemah, tambah lemah dan berhenti. Semula muda, tua kemudian uzur. Yang rendah meninggi, tambah tinggi, memuncak, kemudian turun dan datar. Itulah kehidupan. Kita tidak diciptakan bagai anak panah yang lupa busurnya, terus melejit dan melesat, lepas bebas tanpa kendali yang akhirnya hilang tanpa pertanggung jawaban.

Diciptakannya sakit, kejenuhan, ketegangan, kesedihan, kebahagiaan adalah sebagai fase-fase kehidupan. Bahwa hidup ini adalah kelelahan-kelelahan. Sakit adalah masa istirahat dari sehat. Sehat adalah interval waktu untuk memahami betapa mahalnya harga kehati-hatian. Demikian juga kesedihan obatnya adalah kebahagiaan. Ketegangan disusul keceriaan dan seterusnya. Kita tidak ingin sehat terus atau bahagia terus. Terjebaknya Fir'aun pada kepemimpinanya yang zalim adalah karena rasa sakit yang tidak pernah menimpa dirinya seumur hidupnya. Ia lupa mati atau melupakan kematian. Bahkan hidup mati rakyat menjadi wewenang ditangannya. Nyawa masyarakat ada di genggamannya.

Sakit terus dapat menggiring pada sikap putus asa, putus harapan. Sementara bahagia yang tidak berkesudahan juga bisa mengantar kepada lupa diri, lupa asal muasal, yang berujung pada ketakaburan.

Disini kita dapat menyadari bahwa sedikitpun kita tidak punya daya dan kekuatan tanpa rekomendasi dari Allah. Kita menjalani hidup ini dengan kepasrahan-kepasrahan. Menyangkut kematian, kita bahkan telah sepakat untuk dijemput kapan saja. Namun kesibukan yang hampir tak berujung dan itu mewarnai hari-hari kita, telah menciptakan tabir yang begitu tebal dan jauh. Kita menjadi lupa hingga akhirnya, kata "mati" terasa begitu aneh. Ketersentakan baru muncul setelah hilang kerabat terdekat, orang yang paling dicintai atau teman yang paling akrab dalam hidup.

Setiap hari ada kematian, dan setiap hari ada berita tentangnya. Juga bincang-bincang mengenainya. Tapi lalu lintas berita dunia tidak kalah bisingnya. Bahkan, itu menjadi topik utama. Setiap hari ada kesibukkan, keramaian dan pertentangan. Setiap saat ada kemajuan dan perubahan warna-warna, karier, reputasi. Ada yang menanjak dan ada yang ambruk dan ada yang stress karenanya. Semuanya itu menjadi hijab-hijab tebal untuk mema'rifati kematian.

Padahal antrean panjang kematian mungkin tinggal besok saja lagi datangnya. Apakah kita sudah siap menyambut pisahnya ruh dan jasad? Wallahu a'lam

Minggu, 16 Mei 2010

Renungan Cinta

Satu hari, Plato bertanya pada gurunya," Apa itu cinta? Bagaimana saya bisa menemukannya?Gurunya menjawab, " ada ladang gandum yang luas di depan sana. berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambilah satu saja ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta"

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun.
Gurunya bertanya, "mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?"
Plato menjawab, "aku hanya boleh membawa satu saja,dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali(berbalik)"

Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut.

Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwasanya ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya" Gurunya kemudian menjawab " Jadi ya itulah cinta" Dihari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya, "Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya??"

Gurunya pun menjawab " ada hutan yang subur didepan saja. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan"

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan membawa pohon. pohon tersebut bukanlah pohon yang sangat subur, dan tidak juga terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa saja.Gurunya bertanya," Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?"

Plato pun menjawab, "sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjalajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong jadi di kesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan Gurunya kemudian menjawab" dan itulah perkawinan"


CATATAN KECIL:

Cinta itu semakin dicari, maka semakin tidak ditemukan.

Cinta adanya di dalam lubuk hati, ketika dapat menahan keinginan dan harapan yang lebih.

Ketika pengharapan dan keinginan yang berlebih akan cinta, maka yang didapat adalah kehampaan…tiada sesuatupun yang didapat, dan tidak dapat dimundurkan kembali.

Waktu dan masa tidak dapat diputar mundur…Terimalah cinta apa adanya….

Perkawinan adalah kelanjutan dari Cinta. Adalah Proses mendapatkan kesempatan, ketika kamu mencari yang terbaik diantara pilihan yang ada, maka akan mengurangi kesempatan untuk mendapatkannya .Ketika kesempurnaan ingin kau dapatkan, maka sia-sialah waktumu dalam mendapatkan perkawinan itu, karena…sebenarnya kesempurnaan itu hampa adanya…….